JAKARTA, AKURATNEWS.co – Pemerintah baru saja mengumumkan pemangkasan anggaran besar-besaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Total pemotongan mencapai Rp306,69 triliun, dengan rincian Rp256,1 triliun dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah (TKD).

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menindaklanjuti Inpres tersebut dengan menerbitkan surat edaran yang menetapkan pemangkasan pada 16 pos belanja, termasuk belanja operasional dan program prioritas.

Namun, di tengah upaya efisiensi ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin justru melantik enam Staf Khusus (Stafsus) baru, termasuk selebritas dan YouTuber Deddy Corbuzier. Keputusan ini menuai kritik keras dari publik karena dinilai bertolak belakang dengan semangat penghematan anggaran.

Selain Deddy Corbuzier, yang sebelumnya telah menerima pangkat Letnan Kolonel Tituler, lima Stafsus lainnya adalah Kris Wijoyo Soepandji (pengajar di Fakultas Hukum UI), Letnan Kolonel Tituler Lenis Kogoya (Staf Khusus Presiden), Mayjen Sudrajat (mantan Staf Ahli Panglima TNI), Indra Irawan (Corporate Secretary PT Pindad), dan Sylvia Efi Widyantari Sumarlin.

Pengangkatan enam Stafsus ini memicu reaksi keras dari publik, terutama di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Banyak warganet mempertanyakan urgensi dan kebutuhan akan penambahan staf di Kementerian Pertahanan.

“Efisiensi pak efisiensiii, mana ada satu yang latar belakangnya BUKAN pertahanan lagi,” tulis akun @howto.

“Apaanya yang efisiensi,” komentar akun @liyanti.

“Katanya mau memangkas anggaran, ini kok nambah stafsus terus,” tulis akun @hidayatkurni409.

“Duit dihambur-hamburkan buat staf khusus, fungsinya untuk apa pak??? Apa pejabat yang di kementerian masih kurang??? Kerjanya ngapain mereka?? Cuma buang-buang duit disaat hutang negara meroket. Bisa gak sih mikirin rakyat??????” tulis akun @hikmati58.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2019, Stafsus mendapatkan fasilitas jabatan setara eselon I.b, dengan gaji pokok berkisar Rp3.880.400 hingga Rp6.373.200. Selain itu, mereka juga menerima tunjangan kinerja yang dapat mencapai Rp20.695.000 per bulan.

Artinya, dalam sebulan, seorang Stafsus bisa menerima total penghasilan sekitar Rp24.830.400 hingga Rp27.323.200. Jika dikalikan enam orang, pengeluaran negara untuk Stafsus baru ini bisa mencapai Rp163 juta hingga Rp164 juta per bulan atau sekitar Rp1,96 miliar per tahun.

Dalam kondisi anggaran negara yang sedang diperketat, pertanyaan pun muncul: Apakah pengangkatan Stafsus ini benar-benar diperlukan? Bukankah dengan pemangkasan besar-besaran, kementerian juga harus menyesuaikan diri dengan efisiensi sumber daya manusia?

Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Gulfino Guevarrato menyebut, pengangkatan itu tidak etis dilakukan di tengah kebijakan Presiden Prabowo yang mengefisienkan anggaran kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.

Pemerintah berulang kali menegaskan pentingnya efisiensi anggaran. Bahkan, Menkeu Sri Mulyani menginstruksikan kementerian/lembaga untuk melaporkan rencana pemangkasan kepada DPR paling lambat 14 Februari 2025. Namun, pengangkatan Stafsus justru menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan kebijakan efisiensi ini.

Keputusan Menhan ini bukan hanya menjadi beban tambahan bagi anggaran negara, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang urgensi dari penambahan Stafsus di saat kementerian lain justru dipaksa melakukan pemangkasan. Hal ini mengingatkan publik pada kritik lama bahwa efisiensi anggaran kerap hanya menjadi jargon, sementara di balik layar justru terjadi praktik yang bertolak belakang.

Publik tentu berharap efisiensi anggaran tidak sekadar retorika, tetapi benar-benar diterapkan secara menyeluruh, termasuk dalam pengelolaan personel di kementerian. Jika anggaran harus dipangkas, seharusnya pengangkatan pejabat baru juga bisa ditunda, atau setidaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang benar-benar mendesak. (NVR)

By Editor1