JAKARTA, AKURATNEWS.co – Suasana hangat menyelimuti peserta dari berbagai latar belakang yang duduk bersama dalam Indonesia Humanitarian Dialogue 2025 yang digelar Rabu (24/9) di Jakarta.
Dari tokoh agama, akademisi, lembaga internasional, hingga pejabat tinggi negara, semua hadir dengan satu tujuan: memperkuat kolaborasi lintas iman dalam kerja-kerja kemanusiaan di Indonesia.
“Kerja bersama bukan sekadar aktivitas, tetapi alasan HFI tetap hadir hingga hari ini. Kekuatan lintas iman menjaga langkah kemanusiaan tetap berlangsung,” tegas Ketua Dewan Pengurus Humanitarian Forum Indonesia (HFI), Muhammad Ali Yusuf saat membuka forum.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar yang hadir sebagai pembicara menegaskan bahwa kerja kemanusiaan tak boleh kehilangan arah.
“Agama harus menjadi direction kita. Jika agama memandu, kerja kemanusiaan akan melahirkan kebaikan,” ujarnya.
Pernyataan itu seolah mempertegas denyut forum yang berusaha menjembatani perbedaan iman demi tujuan bersama.
Di tengah meningkatnya bencana alam dan sosial, nilai-nilai agama dipandang sebagai fondasi moral untuk menghadapi tantangan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi rata-rata 4.000–5.000 bencana per tahun. Kerugian ekonomi ditaksir mencapai Rp600 triliun per tahun, angka yang mencengangkan.
“Indonesia ini gudangnya bencana. Kita harus tahu apa yang kurang, sehingga kita semua harus mendukung Gerakan Kita Tangguh,” katanya.
Pratikno menekankan pentingnya keseimbangan antara kecepatan respon dan akuntabilitas tata kelola.
Ia menjelaskan, mekanisme Dana Siap Pakai (DSP) hanya bisa digunakan saat tanggap darurat, sedangkan pembangunan rumah pasca bencana harus menunggu skema Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) dari Kemenkeu.
“Sinergi itu penting, di satu sisi kita harus merespon cepat, di sisi lain harus akuntabel,” tambahnya.
Salah satu capaian penting forum ini adalah penandatanganan Policy Brief Rumah Ibadah Tangguh Bencana. Gagasan ini menempatkan masjid, gereja, pura, hingga vihara sebagai simpul ketangguhan masyarakat.
Tempat ibadah dipandang bukan hanya pusat spiritual, tapi juga ruang pengungsian, distribusi bantuan, hingga pusat informasi saat bencana.
Presiden Human Initiative, Tomy Hendrajati menambahkan, kolaborasi lintas lembaga memperkuat dampak nyata di lapangan.
“Dengan membawa kekuatan bersama, hal-hal kecil pun bisa kita lakukan bersama-sama untuk memperkuat peran masyarakat,” katanya.
Forum ini digelar sekaligus memperingati 17 tahun HFI yang jatuh bersamaan dengan HUT ke-80 Republik Indonesia dan Hari Kemanusiaan Sedunia 2025.
Sejak berdiri, HFI telah melibatkan 20 NGO besar, di antaranya Dompet Dhuafa, MDMC, Caritas, Rumah Zakat, Baznas, dan Wahana Visi.
Ali Yusuf mengenang kontribusi tokoh agama, pengurus Dewan Kemakmuran Masjid, hingga jemaat yang selalu hadir di garda depan. Dari tsunami Aceh 2004, gempa Palu 2018, hingga gempa Cianjur 2019, kolaborasi lintas iman terbukti menyelamatkan banyak nyawa.
Indonesia Humanitarian Dialogue 2025 ditutup dengan semangat kolektif: memperkuat kerja bersama berbasis bukti, menghadirkan solusi nyata, dan meneguhkan solidaritas lintas iman sebagai fondasi kemanusiaan Indonesia. (NVR)