JAKARTA, AKURATNEWS.co – Beredar kabar jika program makan gratis yang diusung Presiden terpilih, Prabowo Subianto membuat investor was-was lantaran berimbas pada keuangan Indonesia.

Program ambisius tersebut diperkirakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp71 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Beberapa pihak pun khawatir bahwa pengeluaran besar ini bisa mengganggu keseimbangan fiskal negara.

Meskipun Prabowo dan timnya terus berupaya meyakinkan bahwa program ini tidak akan menyebabkan pemborosan fiskal, dan berkomitmen membatasi defisit anggaran sebesar 3 persen dari target ekonomi, kekhawatiran di pasar tetap tinggi. Banyak pelaku pasar yang sudah terbiasa dengan stabilitas dan kehati-hatian fiskal di bawah Menteri Keuangan (Menkeu) saat ini, Sri Mulyani Indrawati.

Menurut Chief Investment Officer for APAC Fixed Income di Allianz, Jenny Zeng, meski ini lebih merupakan kebisingan saat ini, pihaknya melihat potensi peningkatan risiko fiskal, sehingga pasar mungkin memerlukan premi risiko lebih tinggi pada obligasi pemerintah Indonesia.

Kekhawatiran ini semakin diperparah oleh ketidakpastian mengenai siapa yang akan menggantikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Salah satu bankir dari pemberi pinjaman China di Indonesia mengungkapkan bahwa kekhawatiran fiskal telah mendorongnya untuk memindahkan sekitar 30 persen portofolionya ke instrumen tenor rendah, termasuk diversifikasi ke surat berharga jangka pendek berdenominasi rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia.

Prabowo, yang memenangkan pemilihan presiden pada bulan Februari dan akan menjabat pada bulan Oktober, mengusulkan program makan gratis yang diperkirakan menelan biaya Rp71 triliun hanya pada tahun 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa belanja pemerintah akan meningkat signifikan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Beberapa investor juga khawatir tentang seberapa besar anggaran yang akan dialokasikan Prabowo untuk program-programnya, dan apakah akan ada pemotongan subsidi bahan bakar serta investasi lainnya untuk menyeimbangkan anggaran.

“Tampaknya akan ada lebih banyak ketidakpastian daripada kepastian. Saya masih berinvestasi, tetapi mungkin tidak seperti dulu,” kata Clifford Lau, manajer portofolio di William Blair seperti dilansir Reuters.

Investasi portofolio asing telah menyusut, dengan investor luar negeri menarik USD2,8 miliar dari obligasi pemerintah rupiah dan pasar sahamnya. Nilai rupiah berada pada posisi terendah empat tahun terhadap dolar AS, dengan penurunan lebih dari 5 persen di tahun ini.

Sementara beberapa investor telah beralih ke obligasi India yang menawarkan imbal hasil sebanding dan baru-baru ini masuk ke indeks global JP Morgan. Penjualan obligasi Indonesia telah mengirim imbal hasil obligasi 10-tahun naik 35 basis poin sejak akhir Mei, menjadi 7,05 persen.

Namun, tidak semua pandangan negatif. Jerome Tay, manajer investasi ABRDN untuk Asia, melihat ada potensi keuntungan dalam era Prabowo, terutama jika pemerintahannya berhasil meningkatkan pendapatan dan kepatuhan pajak, serta membatasi defisit fiskal pada 2,8 persen dari PDB.

“Dia juga berbicara tentang perlunya meningkatkan pendapatan fiskal, jadi ini tidak sepenuhnya tentang peningkatan biaya,” ujar Tay.

Kerentanan Indonesia juga dirasa sudah berkurang, dengan kepemilikan asing hanya menyumbang 14 persen dari obligasi pemerintah yang beredar. Sementara satu dekade lalu, mereka memiliki setengah obligasi.

Harapan bahwa Federal Reserve (bank sentral AS) akan segera mulai memangkas suku bunga, memberikan kenyamanan bagi investor rupiah dan obligasi Indonesia. Namun, risiko lain yang membayangi adalah utang jatuh tempo yang sangat besar sekitar Rp800 triliun pada tahun 2025, hampir dua kali lipat dari tahun ini.

Meskipun Sri Mulyani telah menyatakan bahwa hal tersebut tidak akan menjadi masalah asalkan pemerintah dapat mempertahankan kepercayaan pasar, ketidakpastian tetap menjadi perhatian utama bagi para investor.

Seperti diketahui, rencana memberi anak-anak sekolah makan gratis, bakal menyedot uang negara yang tidak sedikit.  Penggunaan uang negara sebesar Rp71 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk makan bergizi gratis dikhawatirkan bisa mengganggu fiskal negara. (NVR)

By Editor1