JAKARTA, AKURATNEWS.co – Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (24/9) dipenuhi puluhan aktivis dan mahasiswa asal Maluku Utara (Malut).
Mereka datang bukan tanpa alasan, sidang kasus pemasangan patok/pagar di lahan tambang nikel Halmahera Timur yang menyeret dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang dinilai sarat dugaan kriminalisasi.
Keduanya sebelumnya dilaporkan oleh PT Position dan kini duduk sebagai terdakwa. Namun, bagi para aktivis Malut, kasus ini bukan semata soal patok, melainkan juga menyangkut keadilan masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik pertambangan.
Koordinator Perkumpulan Aktivis Maluku Utara, Yohannes Masudede, S.H., M.H. menegaskan, kehadiran mereka adalah bentuk konsistensi dan pengawalan.
“Kehadiran kami sebagai bentuk dukungan terhadap terdakwa yang diduga menjadi korban kriminalisasi. Ini kali ketiga kami hadir di PN Jakarta Pusat. Bukan kebetulan, melainkan peringatan keras terhadap upaya-upaya PT Position yang diduga memelintir fakta di persidangan,” tegasnya.
Yohannes juga menuntut agar seluruh proses hukum dibuka secara transparan kepada publik.
“Jika terbukti ada pihak yang mencoba mengintervensi jalannya sidang atau menghalangi pengungkapan kebenaran, aparat penegak hukum wajib bertindak tegas tanpa kompromi,” katanya.
Tak hanya soal karyawan WKM, sidang ini juga disorot mahasiswa asal Halmahera Timur di Jakarta.
Mereka menyinggung kasus lain yang menimpa 11 warga Halmahera Timur yang kini ditahan setelah dilaporkan PT Position atas dugaan pencemaran sungai.
Dijelaskan Robertus Doongoro, senior Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Halmahera Timur Jakarta, menyebut kehadiran mereka di PN Jakpus sebagai bentuk solidaritas.
“Kami peduli terhadap 11 warga kami yang kini ditahan di Polda Maluku Utara. Karena itu, kami hadir untuk melihat langsung bagaimana sidang ini berjalan,” ujar Robertus.
Ia menambahkan, mahasiswa Halmahera Timur di Jakarta telah beberapa kali turun ke jalan untuk menuntut keadilan.
“Kami pernah demo di kejaksaan dan di kantor PT Position. Tuntutan kami jelas: bebaskan 11 warga dan hentikan kriminalisasi,” pungkasnya.
Selain perkara di PN Jakarta Pusat, kasus warga Maba Sangaji juga tengah diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tidore, Maluku Utara. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) ikut turun tangan membela 11 warga yang kini berstatus terdakwa.
Bagi para aktivis dan mahasiswa Malut, rangkaian kasus ini memperlihatkan pola kriminalisasi yang tidak hanya menyasar pekerja perusahaan, tetapi juga masyarakat lokal yang memperjuangkan hak lingkungannya. (NVR)