JAKARTA, AKURATNEWS.co — Kinerja Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menjadi perhatian publik setelah dua lembaga survei nasional menempatkannya di posisi teratas jajaran menteri berkinerja terbaik di kabinet.
Survei Index Politica menunjukkan Bahlil menempati posisi kedua setelah Menteri Purbaya Yudhi Sadewa, sementara survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) menempatkan Bahlil dalam lima besar menteri dengan tingkat kepuasan publik tertinggi.
Dua hasil survei tersebut menandakan bahwa di mata masyarakat bawah, Bahlil dianggap sukses menjalankan kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil dan menjaga stabilitas sektor strategis nasional.
Namun di sisi lain, langkah tegas Bahlil dalam menata ulang izin usaha pertambangan (IUP) dan menutup celah permainan elite bisnis disebut membuat sejumlah kalangan atas “gerah”.
Bahlil dikenal berani mencabut lebih dari 2.000 izin usaha pertambangan bermasalah, termasuk yang dikuasai oleh kelompok besar. Selain itu, ia juga mendorong redistribusi aset tambang dan sumber daya alam kepada ormas keagamaan, koperasi, UKM, dan BUMD.
Kebijakan itu dianggap sebagai bentuk keberpihakan terhadap pemerataan ekonomi nasional. Namun, di sisi lain, kebijakan ini memicu perlawanan dari kelompok bisnis lama yang kehilangan akses dan keuntungan besar.
“Bahlil mengambil risiko politik dengan memutus rantai oligopoli sumber daya alam. Wajar jika kemudian ada pihak yang merasa dirugikan dan bereaksi keras,” kata pengamat kebijakan publik, Dian Rosmala di Jakarta, Rabu (22/10).
Beberapa kalangan menuding bahwa serangan di media sosial terhadap Menteri Bahlil dilakukan secara sistematis oleh kelompok kepentingan yang terdampak. Mereka disebut berusaha menggoyang kepercayaan publik melalui kampanye negatif.
Namun, di sisi lain, dukungan publik justru meningkat. Bahlil dikenal sebagai menteri yang konsisten menolak tekanan lobi-lobi politik dan bisnis, termasuk ketika menghadapi isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang sempat digunakan sebagai ancaman oleh sejumlah korporasi.
Sebelumnya, Bahlil juga dikenal sebagai salah satu arsitek kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah yang kini menjadi tonggak kemandirian industri hilir Indonesia. Kebijakan itu, meski sempat menuai protes dari investor asing, terbukti meningkatkan nilai tambah ekspor nasional.
Bahlil juga mendorong agar sumur-sumur minyak marginal dikelola oleh BUMD dan koperasi daerah, sebagai upaya memberdayakan ekonomi lokal.
Dalam banyak kebijakan, Bahlil menunjukkan pola khas: progresif di lapangan, konservatif dalam pengawasan. Pendekatan ini, meski menimbulkan resistensi, justru mengembalikan potensi ratusan triliun rupiah ke kas negara.
“Bisa dibilang, Bahlil sukses menyeimbangkan dua hal yang jarang bersatu: keberanian politik dan keadilan ekonomi,” tambah Dian Rosmala.
Dengan hasil survei yang menunjukkan tingkat kepuasan publik tinggi, Bahlil kini dianggap sebagai salah satu figur penting dalam peta ekonomi nasional. Sementara itu, tekanan dari kelompok bisnis lama diyakini tak akan mengubah arah kebijakan pro-rakyat yang sudah dijalankannya. (NVR)
