JAKARTA, AKURATNEWS.co- Komitmen melawan budaya korupsi tak hanya lewat jalur hukum dan kebijakan semata, tetapi juga bisa dilakukan melalui seni dan budaya. Tokoh anti korupsi Saut Situmorang, sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini aktif menyuarakan pesan anti-korupsi melalui musik.
Hadir dalam peluncuran Yayasan Lestari Budaya Sumatera yang digelar Sabtu (23/8/2025), di Toba Dreams, Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Saut Situmorang tampil melantumkan lagu “The Goodnes Of God” dengan saxophone. Lewat lagu ini, Saut menyampaikan pesan moral tentang pentingnya melawan praktik korupsi yang masih menjadi tantangan besar negeri ini.
Sebelumnya, Saut pernah memainkan saksofon di Festival Lagu Antikorupsi Bandung tahun 2016. Di tahun yang sama, ia juga memainkan saxophone di Konser Suara Antikorupsi yang diselenggarakan di Pasar Festival, Kuningan, Jakarta.
Selain musik, Saut juga mengkampanyekan pesan antikorupsi kepada anak-anak di Bantul lewat dongeng. Ia menyisipkan 9 nilai integritas KPK yakni jujur, peduli, berani, mandiri, sederhana, disiplin, bertanggungjawab, adil dan kerja keras.
“Sejak kecil saya percaya bahwa kejujuran adalah kunci kehidupan. Korupsi merusak segalanya—masa depan anak-anak, pembangunan, hingga rasa percaya masyarakat pada negara. Karena itu, saya ingin menyampaikan pesan ini bukan hanya lewat kata-kata, tapi juga lewat nada,” ungkap Saut.
Tentang Yayasan Lestari Budaya Nusantara
Keterlibatan Yayasan Lestari Budaya Sumatera dalam kolaborasi ini menjadi bagian penting. Yayasan tersebut menilai bahwa musik dan budaya dapat menjadi “jembatan” untuk menyampaikan pesan moral yang berat agar terasa lebih ringan dan menyentuh hati masyarakat.
“Anti-korupsi bukan hanya tugas aparat, melainkan juga gerakan kebudayaan. Seni dapat membuat pesan yang keras menjadi lembut, tapi tetap membekas,” kata Ketua Yayasan Henry Manik.
Melalui musik, Saut tidak hanya mengingatkan bahaya korupsi, tetapi juga mengajak masyarakat untuk berani bersikap jujur, menolak suap, dan mendukung transparansi. Ia berharap generasi muda khususnya dapat menjadi motor penggerak perubahan.
Pesan musik yang disampaikan Saut selaras dengan Visi Misi Yayasan Lestari Budaya Sumatera. Kelahiran yayasan ini tak lepas dari perjalanan panjang Samosir Music International (SMI) yang sejak 2014 konsisten digelar di Pulau Samosir.
Festival itu telah memperkenalkan musik dan budaya Batak ke telinga dunia, dari panggung lokal hingga lintas negara. Kini, lewat naungan yayasan, festival tersebut akan dikelola lebih profesional dan berkelanjutan.
Bagi Hendrik, musik adalah bahasa universal yang bisa menjembatani perbedaan. Karena itu, SMI selalu menghadirkan kolaborasi lintas budaya—dari musisi lokal hingga internasional—serta menghadirkan workshop, diskusi budaya, dan ruang belajar bagi generasi muda.
Humas Yayasan, Nelly Marlinda, menambahkan harapannya agar lembaga ini menjadi pusat pengembangan budaya yang inklusif. “Dengan dukungan semua pihak, semoga budaya Batak bisa naik kelas, bahkan go internasional,” ujarnya.
