KLATEN, AKURATNEWS.co – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan 80 ribu unit Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) dalam sebuah seremoni akbar di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Senin (21/7).

Peluncuran ini menjadi salah satu program prioritas nasional untuk memperkuat ekonomi berbasis desa, mengedepankan prinsip gotong royong, kemandirian warga, dan integrasi digital.

“Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia resmi meluncurkan kelembagaan 80 ribu koperasi desa dan kelurahan Merah Putih,” tegas Presiden Prabowo di hadapan ribuan kepala desa, tokoh masyarakat, serta jajaran pejabat pemerintahan.

Kopdes Merah Putih dirancang sebagai koperasi multifungsi berbasis ekosistem desa. Tidak hanya berfokus pada simpan-pinjam, koperasi ini juga akan mengelola:

  1. Unit produksi dan pengolahan hasil pertanian
  2. Toko ritel dan pemasaran produk lokal
  3. Platform digital dan marketplace desa
  4. Layanan logistik dan distribusi
  5. Pembiayaan mikro berbasis kebutuhan warga

Menteri Desa PDTT, Yandri Susanto, menyatakan, koperasi ini bukanlah koperasi konvensional, melainkan sistem ekonomi desa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat secara aktif.

“Kami mendorong koperasi ini menjadi tulang punggung ekonomi desa. Pelakunya adalah warga sendiri, bukan hanya pemerintah,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan seluruh desa dan kelurahan di Indonesia memiliki minimal satu Kopdes Merah Putih dalam lima tahun. Pada tahap awal, pendanaan program ini didukung:

  • LPDB Kemenkop UKM
  • Bank daerah
  • BUMDes
  • Mitra swasta dan lokal

Kementerian Koperasi dan UKM serta Kemendes PDTT akan menjadi penggerak utama dalam pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan koperasi.

Kopdes Merah Putih sendiri memiliki kekuatan yakni:

  1. Berskala Nasional yang Masif
    Peluncuran 80 ribu koperasi secara serentak memberikan momentum politik dan sosial yang kuat. Skala ini juga berpotensi menciptakan jutaan lapangan kerja baru.
  2. Konsep Ekosistem Desa Modern
    Model multifungsi yang mencakup sektor riil, digital, dan logistik membuat koperasi ini adaptif terhadap kebutuhan zaman.
  3. Kolaborasi Lintas Kementerian dan Stakeholder
    Sinergi Kemendes, Kemenkop UKM, BUMDes, dan swasta memperkuat kelangsungan program melalui berbagai sumber daya.
  4. Digitalisasi dan Marketplace Desa
    Integrasi digital dapat membuka akses pasar nasional dan global bagi produk desa, serta memotong rantai distribusi yang panjang.
  5. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Ekonomi Lokal
    Dengan mengolah hasil pertanian dan produk lokal di tingkat desa, koperasi ini berkontribusi langsung pada ketahanan pangan dan nilai tambah ekonomi.

Walau begitu, Kopdes Merah Putih juga punya kelemahan yang merupakan tantangan untuk disempurnakan yakni:

  1. Kapasitas SDM Desa yang Masih Minim
    Pengelolaan koperasi multifungsi membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Banyak desa masih kekurangan tenaga terlatih dalam manajemen koperasi modern dan digitalisasi.
  2. Risiko Koperasi Fiktif atau Tidak Aktif
    Sejarah mencatat banyak koperasi yang hanya aktif secara administratif tanpa aktivitas nyata. Tanpa pengawasan dan pendampingan, risiko ini dapat terulang.
  3. Ketimpangan Akses Infrastruktur
    Tidak semua desa memiliki akses internet yang memadai atau sarana logistik dasar. Hal ini bisa menghambat fungsi digital koperasi.
  4. Ketergantungan Awal pada Pendanaan Pemerintah
    Jika koperasi terlalu tergantung pada hibah atau bantuan awal, ada risiko tidak berkelanjutan setelah dukungan berkurang.
  5. Potensi Intervensi Politik Lokal
    Jika pengelolaan koperasi dicampuri kepentingan elite lokal atau digunakan sebagai alat politik, fungsi koperasi sebagai lembaga ekonomi warga bisa terganggu.

Program Kopdes Merah Putih ini sendiri merupakan lompatan besar dalam strategi pembangunan ekonomi berbasis desa.

Jika dikelola dengan tepat, program ini bisa menjadi tonggak baru transformasi ekonomi Indonesia dari bawah, dari desa ke kota, dari rakyat ke negara.

Namun, keberhasilan program ini tidak cukup hanya dengan seremoni dan anggaran. Diperlukan pendampingan intensif, peningkatan kapasitas SDM desa, serta sistem pengawasan yang transparan dan partisipatif.

Tanpa itu, koperasi-koperasi ini bisa berakhir sebagai proyek ambisius yang tak berdampak nyata di lapangan.

Dan kalau ini berhasil, Indonesia niscaya bisa punya sistem ekonomi baru berbasis desa yang kuat dan mandiri. (NVR)

By editor2