JAKARTA, AKURATNEWS.co – Capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan menyampaikan langkah dan strategi mengatasi persoalan perumahan di tanah air seperti backlog, pendanaan, insentif pengembang dan sejumlah masalah lainnya.

Di acara Talkshow Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Jumat (10/11), Anies menjelaskan, sektor perumahan melibatkan berbagai sektor utama melalui kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan moneter berpengaruh terhadap suku bunga bank dan kebijakan fiskal melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terkait dengan insentif.

Selanjutnya, kata dia, sektor utama antara lain lembaga keuangan, terutama perbankan. Kemudian terkait dengan kebijakan tata kota atau tata ruang.

“Artinya, pembangunan perumahan melibatkan banyak sektor berbeda-beda. Oleh sebab itu, semua sektor yang terlibat harus memiliki rujukan ideologi, memiliki nilai, yang harus dipegang,” tuturnya.

Anies menegaskan, ada empat langkah utama untuk membangun sekaligus menyelesaikan permasalahan sektor perumahan di Indonesia. Pertama, berlandaskan ideologi (UUD 1945 Pasal 28H dan prinsip keadilan sosial. Kedua, kebijakan kolaboratif yang berpegang pada ideologi dan prinsip keadilan sosial. Ketiga, reformasi pembiayaan perumahan. Keempat, menciptakan kesetaraan yang sama bagi semua baik bagi pelaku usaha di sektor perumahan maupun bagi semua warga untuk memiliki rumah.

Anies menjelaskan berdasarkan Pasal 28H (4) UUD 1945, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Kemudian melalui prinsip keadilan sosial untuk membesarkan yang kecil tanpa harus mengecilkan yang besar. Prinsip itu yang akan dipegang,” ujar Anies.

Terkait dengan kebijakan, Anies memiliki visi dan misi untuk membangun dua juta rumah per tahun di pusat-pusat kota. Anies akan memberikan insentif pembangunan rumah untuk semua. Kemudian, kebijakan kolaboratif dengan berpegang pada konstitusi, ideologi, nilai, dan prinsip.

“Semua harus mendapatkan akses hunian dengan kesempatan sama dan setara,” ujar Anies lagi.

Dia memahami, berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat backlog 12,7 juta rumah. Kemudian, ada tambahan permintaan tiap tahun sekitar 900.000 rumah seiring dengan data 1,7 pernikahan baru tiap tahun. Oleh sebab itu, penyusunan kebijakan kolaboratif harus menjawab persoalan dari data tersebut.

Selanjutnya terkait dengan reformasi pembiayaan perumahan, Anies memastikan agar kredit kepemilikan rumah (KPR) bisa diakses oleh semua.

“Visinya agar ‘kapan punya rumah” berubah menjadi ‘keluarga punya rumah’,” ucap Anies.

Dia menambahkan, melalui reformasi pembiayaan/pendanaan ini, semua pengembang (besar, menengah, kecil) memiliki akses sama terhadap pendanaan dan insentif yang ada.

“Jadi pengembang kecil, individu yang membangun rumah sendiri, dan koperasi bisa mendapatkan insentif,” ujar Anies.

Menurutnya, prinsip utama agar suplai kebutuhan rumah itu ditopang dengan sistem pembiayaan yang membuat, yakni suku bunga menjadi lebih rendah dan mekanisme jauh lebih mudah, tidak hanya pekerja sektor formal, tapi juga sektor informal/nonformal dan pekerja independen memperoleh akses dan kemudahan terhadap pembiayaan perumahan.

Anies menjelaskan langkah keempat, untuk menciptakan kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi semua. Menurutnya, pelaku usaha/pengembang baik skala besar, menengah, dan kecil, bahkan koperasi dan individu yang membangun rumah sendiri harus memiliki kesempatan yang sama.

Menurutnya, selama ini justru sebagian besar membangun rumah sendiri, yaitu 83%, sedangkan rumah yang dibangun pengembang hanya 4,1%. Oleh sebab itu, bagi yang membangun rumah sendiri, Anies akan menyiapkan skema yang memungkinkan agar warga biasa pun dapat membangun rumah walaupun itu harus dikerjakan sendiri.

Kemudian jika individu-individu itu dalam membangun rumah sendiri harus melibatkan pengembang/kontraktor skala kecil, maka harus diberikan kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan.

Terpisah, pakar yang juga pengamat perkotaan Marco Kusumawijaya mengaku optimis dengan program kerja Anies Baswedan terkait dengan program KPR untuk Semua.

“Harus (optimis), karena rumah adalah HAM. Amanat UUD dan berbagai UU, dan sudah ada berbagai instrumen, termasuk TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat). Tinggal dijalankan dengan perbaikan dan ditambah hal hal baru, misalnya: terbuka untuk kelompok, dan pemanfaatan tanah pemerintah dan tanah negara bebas,” kata Marco, Sabtu (11/11).

Ia menambahkan, Anies memiliki rekam jejak di Jakarta, dengan metode kerja dan kemauan politik atas dasar HAM. Karena itu, ia yakin program ini bisa terwujud di level nasional.

“Anies punya rekam jejak di Jakarta, metode kerja dan political will atas dasar HAM yang harus itu. Pentahapan yang jelas. Jadi, ya, bisa terwujud di level nasional! Masyarakat harus rajin mengingatkan dan menuntut saja. Kan janji harus ditagih,” katanya.

Marco menambahkan, salah satu cara penting mempercepat penyediaan rumah adalah mempermudah KPR untuk semua golongan, di desa maupun kota.

“Ada kekurangan besar sekali yang harus dikejar. KPR juga harus dapat diakses bukan hanya oleh/untuk keluarga perseorangan, tetapi harusnya juga oleh/untuk kelompok (perhimpunan, koperasi, dan lain-lain),” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, KPR juga dapat diakses oleh pihak yang ingin membangun sendiri, bukan membeli melalui pengembang, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok. (NVR)

By Editor2