JAKARTA, AKURATNEWS – Belakangan ini, harta fantastis para pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) seperti pejabat Ditjen Pajak dan Bea Cukai menjadi sorotan dan perbincangan publik. Salah satunya, Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogykarta (DIY), Eko Darmanto yang kerap memamerkan gaya hidup mewahnya.
Hal ini pun memantik pertanyaan, dari mana para pejabat itu memiliki sejumlah harta yang fantastis tersebut. Bea Cukai misalnya, seperti diketahui, bea cukai memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Timbul dugaan, kemungkinan harta fantastis para pejabat bea cukai ini diduga berasal dari dugaan penyelewengan seperti tindak penyelundupan. Dugaan ini tentu perlu diklarifikasi dan diselidiki kebenarannya.
“Mengenai dugaan kepemilikan harta fantastis itu harus diklatifikasi dan tuntas. Bea Cukai mempunyai tangggung jawab terkait dengan penerimaan negara, baik bea (kepabeanan) pada setiap transaksi ekspor dan impor. Juga cukai terhadap barang-barang tertentu, seperti minuman beralkohol, rokok dan gula rafinasi,” ujar mantan penyidik senior Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Novel Baswedan di Jakarta, Jumat (24/3).
Ia pun tak menampik jika ada dugaan penyelewengan dalam bentuk korupsi di bidang pajak dan bea cukai yang berdampak besar bagi negara.
“Kita perlu mengkritisi ini, mendorong ini, diungkap dengan jelas, karena dampak korupsi di bidang pajak maupun bea cukai ini dahsyat sekali,” kata Novel.
Wakil Kepala Satgassus Pencegahan Korupsi Polri ini juga menegaskan bahwa transaksi terkait predicate crime yang berhubungan dengan pajak dan bea cukai selalu terkait korupsi.
“Sepaham saya, transaksi yang mencurigakan itu selalu ada kaitan sama internal, atau oknum internal pejabatnya, itu namanya korupsi,” ucapnya.
Ia juga mengajak publik untuk mengawasi harta kekayaan para pejabat Bea Cukai.
“Maka penting bagi kita untuk membantu aparatur pengawas atau penegak dalam mengawasi pejabat Bea Cukai yang diduga korupsi. Mengingat resiko kerugian negara sangat besar bila terjadi korupsi di bidang kepabeanan. Maka masalah dugaan TPPU atau harta fantastis ini harus diusut tuntas. Harapannya, dugaan banyak praktek korupsi di Bea Cukai bisa di eliminir atau bahkan dihilangkan,” ujarnya.
Terkait dugaan adanya penyelundupan yang biasanya dilakukakan lewat jalur laut, Novel melihat yang paling berwenang menindaknya adalah Ditjen Bea Cukai.
“Bea Cukai adalah satu-satunya yang berwenang melakukan penyidikan terhadap kejahatan kepabeanan. Sedangkan TNI AL hanya bisa melakukan penyidikan terhadap kejahatan dalam UU Perikanan dan Kelautan,” bebernya.
Seperti diketahui, Novel dan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Antikorupsi Polri pernah mendatangi KPU Bea dan Cukai (KPU BC) Tipe A Tanjung Priok Jakarta untuk mendalami bisnis pemeriksaan barang di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok pada Senin (30/5/2022).
“Dalam hal ini, Satgasus Pencegahan Korupsi Polri membantu dan mendampingi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sejak tahun 2019 sedang melaksanakan program penguatan reformasi Bea Cukai,” kata Novel saat itu.
Novel juga pernah menyebut, belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengakibatkan ditemukan adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi.
“Terdapat praktik nominee dan ‘pinjam bendera’ dalam kegiatan importasi. Kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor,” ujar Novel di Jakarta, Senin (2/1).
Terpisah, praktisi bisnis yang juga pengamat ekonomi, Mardigu Wowiek Prasantyo melihat, kemungkinan harta fantastis para pejabat bea cukai ini didapat dari penyelewengan bea masuk dan cukai barang.
“Misalnya, bea barang masuk 10, dicatat dua. Satu (masuk) di kantong pejabat, tujuh masuk tanpa cukai,” ujar pria yang akrab disapa Bossman Sontoloyo ini, Jumat (24/3).
Ia juga menyebut, indikasi dugaan penyelewengan bea masuk ini mencapai 20 sampai 30 persen dari nilai impor.
Sedangkan terkait siapa yang berwenang menindak jika adanya penyelundupan yang biasanya dilakukakan lewat jalur laut, Mardigu menyebut, TNI AL berhak menindak jika masih di laut lepas.
“TNI AL ketika di laut lepas, bea cukai ketika di pelabuhan dan gudang, lalu Bakamla ketika di pantai,” tandas Mardigu. (NVR)