JAKARTA, AKURATNEWS.co – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penerbitan kontra Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) oleh PT Askrindo pada 2019 kembali mengalami penundaan.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/4) batal mendengarkan keterangan ahli karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum berhasil menghadirkan saksi kunci, yakni mantan Direktur Teknik PT Askrindo.
Majelis hakim memutuskan menunda persidangan setelah JPU menyatakan belum siap menghadirkan saksi, yang sedianya akan dimintai keterangan untuk memperkuat dakwaan terhadap para terdakwa.
Penundaan ini merupakan yang kedua kalinya dalam perkara yang menyedot perhatian publik karena dugaan kerugian negara mencapai Rp169 miliar.
Salah satu penasihat hukum terdakwa, Erik Graha Pandapotan, SH, MKn, dari WINN Attorney at Law menyatakan bahwa perkara ini bermula dari upaya penyelamatan atas potensi kerugian akibat jatuh temponya jaminan bank (bank garansi) di Cabang Kemayoran.
“Langkah menerbitkan kontra SKBDN dilakukan atas instruksi dari kantor pusat sebagai langkah preklaim. Tujuannya adalah menyelamatkan keuangan perusahaan agar tidak menanggung kerugian,” jelas Erik kepada awak media usai sidang.
Namun, Erik menyoroti bahwa dakwaan jaksa menyebut keempat terdakwa melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp169 miliar.
Ia mempertanyakan dasar perhitungan kerugian tersebut dan menilai bahwa belum ada kepastian hukum mengenai nilai kerugian yang sebenarnya.
“Perlu ditelusuri siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Mengapa pejabat yang saat itu memiliki wewenang, seperti Direktur Teknik dan Kepala Divisi UWS, tidak ikut dimintai pertanggungjawaban hukum?” tegasnya.
Dalam penelusuran publik terhadap informasi korporasi PT Askrindo, diketahui bahwa jabatan Direktur Teknik pada periode 2019–2020 dipegang Muhammad Shaifie Zein. Sedangkan mantan Kepala Divisi Underwriting Support (UWS), Irsya Felisia, sebelumnya sudah memberikan kesaksian dalam persidangan, namun belum jelas apakah keterangannya akan kembali dikonfirmasi dalam agenda sidang mendatang.
Sidang lanjutan dijadwalkan kembali digelar pada Senin, 14 April 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan pemanggilan saksi tambahan.
Proses hukum ini menjadi sorotan, mengingat potensi kerugian negara yang besar dan dugaan belum tuntasnya identifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam penerbitan kontra SKBDN tersebut.
Pengamat hukum korporasi menilai, penanganan kasus ini akan menjadi preseden penting dalam menilai batas tanggung jawab pejabat perusahaan dalam pengambilan keputusan strategis yang berujung pada dugaan tindak pidana korupsi. (NVR)