JAKARTA, AKURATNEWS.co –Wacana agar Presiden Prabowo Subianto mengganti Kepala Otorita Investasi Indonesia (Danantara), Rosan Roeslani mulai mengemuka belakangan ini.

Wacana ini muncul setelah perusahaan milik Rosan disebut dalam dakwaan kasus korupsi Asabri yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Banyak pihak menilai, kasus tersebut berpotensi merusak kredibilitas Danantara yang baru dibentuk sebagai lembaga strategis negara dalam menarik investasi.

Sejumlah nama profesional pun mulai disebut-sebut sebagai kandidat pengganti Rosan, mulai dari Sri Mulyani Indrawati, Chatib Basri, Mari Elka Pangestu, Gita Wirjawan, Thomas Lembong, hingga Agus Martowardojo.

Dari daftar tersebut, Sri Mulyani dinilai paling unggul karena rekam jejaknya menjaga kredibilitas fiskal, hubungan erat dengan lembaga internasional, serta reputasi global yang sudah teruji.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus menegaskan bahwa sejak awal pihaknya mendukung lahirnya Danantara sebagai entitas yang diharapkan menjadi raksasa bisnis milik negara.

Namun, belakangan ini pihaknya mengaku kecewa karena lembaga ini justru terjebak dalam tarik menarik kepentingan.

“IAW sedari awal bangga dengan kelahiran Danantara sebagai entitas bisnis negara. Tapi seketika kami tidak bangga karena banyak orang berebut jadi pengendali,” ujar Iskandar di Jakarta, Jumat (12/9).

Menurutnya, Danantara seharusnya dikelola figur yang benar-benar murni profesional, bukan terafiliasi dengan kekuasaan dan terlibat kasus.

“Prinsip dasar kami, Danantara harus direview ulang. Jangan sampai katanya internasional, tapi ternyata berbau kepentingan. Negara butuh orang-orang bisnis yang alamiah, bukan sekadar loyalis politik,” tambahnya.

Terkait munculnya nama Sri Mulyani sebagai kandidat terkuat, Iskandar menilai mantan Menteri Keuangan itu memang unggul secara reputasi. Namun ia mengingatkan agar presiden tidak hanya terpaku pada sosok lama.

“Kalau kemudian ditunjuk Sri Mulyani, itu old model. Justru kita berharap ada new model, orang yang lebih mumpuni untuk tantangan saat ini. Presiden kan ingin Danantara jadi raksasa penggerak bisnis. Sayang kalau gara-gara personal, jadi kalah secara institusional,” katanya.

Masalah Danantara sendiri bukan sekadar personalia, melainkan sinyal ke pasar. Bila dipimpin sosok yang terseret polemik hukum, kepercayaan investor bisa menurun, berdampak pada aliran modal asing yang tengah dibutuhkan Indonesia.

Sosok Sri Mulyani sendiri dipandang memberi confidence bagi pasar karena rekam jejaknya yang kuat menjaga stabilitas fiskal.

Sedangkan Chatib Basri dan Mari Elka Pangestu punya keunggulan di diplomasi ekonomi dan jejaring internasional. Sedangkan nama Agus Martowardojo membawa reputasi kredibel di sektor moneter dan perbankan.

Jika Prabowo memilih figur politik ketimbang profesional, risiko yang muncul adalah Danantara kehilangan kredibilitas sebagai “etalase investasi Indonesia”. Penggantian Rosan bukan hanya soal menjaga nama baik lembaga, melainkan juga mempertaruhkan kepercayaan pasar terhadap Indonesia.

Karena selain perusahaan Rosan yang masuk dakwaan, Danantara juga punya masalah lain seperti mundurnya Joao Angelo de Sousa Mota, mantan direktur Agrinas yang mundur karena menganggap birokrasi Danantara berbelit dan menyusahkan.

Lalu, Thaksin Sinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand yang juga menjabat sebagai Dewan Pengawas Danantara, divonis penjara satu tahun oleh Mahkamah Agung Thailand. Kondisi itu berisiko besar merusak reputasi Danantara karena pengawasnya berstatus narapidana. (NVR)

By editor2