JAKARTA, AKURATNEWS.co – Beberapa hari ini, publik cukup dihebohkan dengan upaaya Kejaksaan Agung Kejagung) yang tengah mengusut kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Ratusan orang saksi telah dimintai keterangan untuk mengusut kasus tersebut. Dan berujung pada belasan orang  telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dua tersangka kasus  korupsi yang menimbulkan kerugian Rp271 triliun tersebut inilah yang akhirnya membuat heboh publik. Pasalnya, mereka adalah crazy rich dari Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Penetapan para tersangka ini berdasarkan sejumlah alat bukti yang dikantongi penyidik. Para tersangka ini yakni SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP, MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021, EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.

Kemudian, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP, RI selaku Direktur Utama PT SBS, TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN, AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP,TT selaku kasus perintangan penyidikan perkara, RL selaku General Manager PT TIN.

Lalu ada SP selaku Direktur Utama PT RBT; RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021; Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019-2020 PT Timah Tbk, crazy rich PIK Helena Lim selaku Manager PT QSE, serta suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis yang disebabkan atas korupsi Izin Usaha Pertambangan PT Timah mencapai Rp271 Triliun. Ini merupakan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo.

“Berdasarkan keterangan ahli lingkungan sekaligus akademisi dari IPB Bambang Hero Saharjo, nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini yaitu senilai Rp271.069.688.018.700,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi, Selasa (20/2) lalu.

Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014 tentang kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kuntadi menerangkan dalam kasus ini nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun. Namun, ia menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Ia menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

“Itu tadi hasil penghitungan kerugian ekologis dan kerugian itu masih akan ditambah dengan kerugian negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya, nanti masih kita tunggu,” jelasnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Timah diketahui mencapai 170.363 hektare di kawasan galian hutan dan nonhutan. Padahal, kata Kuntadi, total luasan lahan tambang yang memiliki IUP hanya sebesar 88.900 hektare. Karenanya, lanjut dia, sebanyak 81.462 hektare merupakan tambang ilegal.

Dalam perkara ini, Kejagung menyita barang bukti uang tunai Rp10 miliar dan 2 juta dolar Singapura. Ini merupakan hasil penggeledahan di beberapa tempat, yakni kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal HL di wilayah DKI Jakarta. Penggeledahan dilakukan selama 6-8 Maret 2024 lalu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana merinci barang bukti yang disita, seperti barang bukti elektronik, kumpulan dokumen terkait, serta uang tunai sebesar Rp10 miliar dan 2 juta dolar Singapura. Pada akhir tahun lalu, Kejagung juga sudah menyita sejumlah barang bukti lain terkait kasus ini.

Adapun rincian barang bukti yang disita berupa 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram. Selanjutnya uang tunai dalam bentuk Rupiah senilai 76,4 miliar. Selain itu, penyidik juga turut menyita sejumlah mata uang asing yakni 1,547 juta dolar Amerika Serikat dan 411.400 dolar Singapura.

Nama crazy rich PIK, Helena Lim pun turut ditetapkan sebagai tersangka. Helena langsung ditahan usai menyandang status tersangka. Dalam kasus ini, Kuntadi menerangkan Helena selaku manajer PT QSE diduga kuat memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerja sama penyewaan peralatan proses peleburan timah.

“Di mana yang bersangkutan memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para peserta yang lain dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR,” kata Kuntadi, Selasa (26/3).

Sedangkan peran  suami Sandra Dewi, Harvey Moeis yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sebagai perpanjangan tangan dari PT RBT. Sebagai perpanjangan tangan, Harvey tercatat pernah menghubungi Direktur Utama PT Timah yakni MRPT di tahun 2018 hingga 2019.

“Dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud,” kata Kuntadi, Rabu (27/3).

Ia membeberkan, dari kegiatan itu, Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungannya. Lalu, keuntungan itu diserahkan kepada Harvey dengan dalih pembayaran dana CSR.

“Diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini, kepada HM melalui QSE yang difasilitasi tersangka HLN (Helena Lim),” ungkap Kuntadi.

Sedangkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan pihaknya masih terus melakukan pendalaman atas kasus ini.

“Mungkin (ada tersangka lain) dalam waktu dekat. Kita lihat saja nanti,” kata Ketut, Kamis (28/3).

Ketut pun belum bisa memastikan apakah istri Harvey, Sandra Dewi mengetahui betul tentang kasus korupsi timah sang suami. Hanya saja hukum harus ditegakan jika Sandra juga terlibat.

“Yang jelas mereka harus bertanggung jawab apa yang mereka lakukan, jika menyembunyikan keuangan negara. Kalau ke depannya dikenakan tindak pidana pencucian uang itu nanti penyidik yang menentukan,” pungkasnya. (NVR)

By Editor2