Disutradarai Jose Poernomo dan diproduseri Girry Pratama, film ini akan memulai proses produksinya mulai 1 hingga 27 Juli mendatang.
Cerita film ini terinspirasi dari urban legend di salah satu kampung di Kota Banjar, Jawa Barat yang dikenal angker dan cukup terkenal di masyarakat sekitar.
“Kebetulan ini horor berlatar adat Sunda yang pertama kami buat, bahasanya juga kami rencanakan dengan bahasa Sunda. Cuma nanti kita akan terus latih dan uji coba, apakah bahasanya dicampur (Indonesai-Suunda),” ujar Girry saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (26/6).
Lokasi syuting film ini akan mengambil tempat di berbagai lokasi eksotis dan menawan, termasuk Pangandaran, Ciwidey, Batu Karas, Platar Agung, Pulo Majeti, Tangkuban Perahu, Manggala Giri dan Muara Angke. Pemilihan lokasi ini diharapkan dapat menambah nuansa mistis dan mencekam yang sesuai dengan tema cerita film.
Ide cerita film ini awalnya terinspirasi dari unggahan video di media sosial. Secara tidak sengaja, Girry melihatnya dan merasa tertarik untuk mengangkatnya ke layar lebar.
“Jadi nggak sengaja lihat YouTube banyak juga yang share di TikTok,” jelasnya.
Film ini sendiri akan menggambarkan berbagai ritual dan fenomena aneh di Indonesia yang masih dilakukan masyarakat, termasuk pernikahan dengan jin. Fenomena ini sering kali menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang nekat tanpa terlalu memikirkan akibat buruknya.
“Kami merasa hal ini perlu digambarkan agar bisa menjadi perhatian dan memicu diskusi di kalangan masyarakat mengenai dampak dari praktik-praktik semacam itu,” ucap Girry.
Film ini akan dibintangi sejumlah aktor dan aktris seperti Tatjana Saphira yang akan memerankan karakter Alia, Justin Adiwinata sebagai Tony dan Baskara Mahendra sebagai Deden.
‘Kampung Siluman Pulo Majeti’ ini menceritakan seorang warga Pulo Majeti yang membatalkan pernikahan dengan raja jin, sehingga anak perempuannya yang berusia lima tahun dipinang bangsa jin. Sang ibu, yang sakit parah, berhasil menyelamatkan anaknya dengan melarungkan menggunakan sampan, hingga ditemukan seorang nelayan tua bernama Jaka, yang kemudian memberinya nama Alia. Alia tumbuh dewasa dan kembali ke Pulo Majeti untuk mencari keluarganya, menghadapi berbagai kejadian aneh dan menegangkan.
Salah satu aktris film ini, Tatjana Saphira yang tak punya darah Sunda mengaku punya tantangan sendiri dalam melakukan dialog berbahasa Sunda.
“Lieur pisan euy (pusing banget nih) belajar Bahasa Sunda, agak syok terima script semua pakai bahasa Indonesia saat reading, dan ternyata saat itu aku dijebak dengan pengumuman bahwa film ini bahasanya Sunda,” kata Tatjana.
“Untungnya ada acting coach nya, dari awal reading sangat sabar dan supportif ngajarin kita yang nggak ngerti bahasa Sunda. Mudah-mudahan usaha belajar Bahasa Sunda nggak sia-sia ya,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Pulo Majeti yang berada di kampung Siluman, Kota Banjar, Jawa Barat memiliki kisah mistis dan kerap didatangi orang untuk berziarah.
Selain memiliki kesan angker, tempat yang dikelilingi area persawahan Rawa Onom ini pun memiliki cerita legenda yang cukup terkenal dan bekas sebuah kerajaan. Yang menjadi Raja dan Ratu Kerajaan Pulo Majeti yakni Prabu Selang Kuning Sulaeman Anom dan Ibu Ratu Candrawati Ingkang Garwa. (NVR)