JAKARTA, AKURATNEWS – Vonis 3,5 tahun penjara dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan, Jaya memalsukan dokumen pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Salve Veritate sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp600 miliar.
“Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Henny Trimira Handayani di PN Jakarta Pusat, Kamis (15/12).
Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. Sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Usai putusan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari. Sementara tim kuasa hukum Jaya, Erlangga Lubay akan berkordinasi lebih dulu dengan kliennya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
Namun pihaknya membuka peluang mengajukan banding. Sebab dalam sidang, tidak ada dokumen otentik yang dihadirkan jaksa sebagai barang bukti.
“Mudah-mudahan kalau banding, hakimnya akan berpikir lebih realistis. Karena dari 133 bukti-bukti yang dihadirkan itu tidak ada yang asli satu pun. Semua dilegalisir,” ujarnya.
Menurutnya, pihak yang bisa menentukan apakah dokumen tersebut palsu atau tidaknya adalah Mabes Polri. Sehingga ia menganggap, majelis hakim tidak mengerti masalah pertanahan.
Oleh karena itu, Erlangga berharap agar ke depan, pengadilan negeri setidaknya memiliki tiga hakim yang fokus menanganai perkara soal sengketa tanah agar dapat memberi putusan yang adil.
“Jangan hakimnya tipikor (tindak pidana korupsi) campur pertanahan. Jangan dokter umum dijadikan dokter bedah,” tandasnya.
Kuasa Hukum PT. Salve Veritate, Dr. Kristiawanto mengapresiasi kinerja penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan maupun majelis hakim.
“Putusan majelis hakim pidana tiga tahun enam bulan yang terbaik. Klien kami sebagai pencari keadilan menghormati keputusan hakim yang berdasarkan fakta fakta, bukti bukti dan keterangan saksi-saksi di dalam persidangan secara utuh,” ujarnya.
Dikatakannya, kliennya sebagai pemilik tanah sejak 1970an secara terus menerus menguasai baik obyek maupun surat (sertifikat) serta taat membayar pajak sampai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan oleh Terdakwa pada 2019.
“Tentunya klien kami sangat dirugikan dengan Surat Keputusan yang dikeluarlan Terdakwa yang saat itu sebagai Kanwil BPN DKI Jakarta,” ujarnya lagi.
Untuk diketahui, JPU menuntut Jaya dengan pidana penjara selama 5 tahun. Perkara ini berawal pada 2019, ketika seseorang bernama Abdul Halim, mengaku mempunyai Akta Jual Beli (AJB) atas lima girik dan berhak atas tanah di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Namun di atas tanah itu, ada SHGB milik PT Salve Veritate. Melalui Hendra SH & Partners, Abdul Halim meminta BPN membatalkan SHGB tersebut.
Permohonan itu diketahui eks Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Ia pun meneruskan permintaan itu kepada Jaya lewat pesan WhatsApp (WA) agar dicek alas haknya.
Jaya mengartikan, Sofyan Djalin memberi atensi khusus. Akhirnya, Jaya menghubungi pihak BPN Jakarta Timur dan mengurusnya.
Kemudian, pada 30 September 2019, Jaya mengeluarkan surat pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Benny Simon Tabalujan beserta turunannya, yang telah menjadi 38 SHGB atas nama PT Salve Veritate.
Pembatalan ini dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 13/Pbt/BPN.31/IX/2019. Luas bidang tanah yang dibatalkan yaitu 77.852 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Nilai tanah mencapai triliunan rupiah.
Namun terbitnya surat itu tidak dilaporkan kepada Sofyan Djalil. Kemudian dilakukan audit investigasi oleh Inspektorat Jenderal. Walhasil, Jaya dianggap melanggar hukum. Jaya pun diproses hukum oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. (NVR)