JAKARTA, AKURATNEWS – Vonis satu tahun penjara yang diputuskan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kepada Stanley MA, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
Kuasa hukum Stanley, Otto Hasibuan menyebut, hal itu lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga pembacaan putusan tidak juga bisa membuktikan tindak pidana yang dilakukan Stanley. Bahkan soal ada kerugian negara tidak bisa dijelaskan terinci.
Dalam pembacaan putusannya, majelis hakim menyebutkan bahwa para terdakwa tidak terbukti menyebabkan kerugian perekonomian negara seperti dalam surat dakwaan primer JPU.
“Harusnya, klien kami diputus bebas karena tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan seperti yang didakwakan JPU,” kata Otto Hasibuan di Jakarta, Kamis (5/1).
Dikatakan Otto, Stanley hanyalah seorang manager di perusahaan Permata Hijau Group dan tidak memiliki kewenangan mewakili perusahaan. Stanley juga tidak pernah melakukan perbuatan mengekspor minyak goreng (migor) dan tidak pernah mempengaruhi dan atau memberikan uang atau hadiah apapun kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag
“Jadi bagaimana bisa orang yang tidak melakukan perbuatan pidana bisa dinyatakan bersalah? Kasus ini terlalu dipaksakan,” tandasnya.
Lebih lanjut Otto mengatakan, kelangkaan migor lebih diakibatkan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan selalu berubah-ubah.
“Bukankah pemerintah harusnya bersyukur bahwa produsen di tengah pandemi tetap memproduksi migor? Kan tinggal bagaimana pemerintah mengaturnya saja,” ujar Otto.
Sebelumnya, Stanley didakwa tidak bisa memenuhi Domestic Market Obligation (DMO), sebagai salah satu persyaratan diberikannya izin ekspor.
“Kita sudah membuktikan di pengadilan bahwa DMO yang dimaksud sebesar 20 persen dari jumlah ekspor sudah dipenuhi oleh Permata Hijau Group. Dengan kata lain, karena DMO sudah dipenuhi, maka izin ekspor sudah bisa diperoleh”.
Dakwaan lain mengatakan, Stanley mempengaruhi Dirjen Daglu, Indra Sari Wisnu Wardhana untuk mengeluarkan Perizinan Ekspor (PE). Stanley didakwa juga terkait terjadi perubahan rencana ekspor.
“Tidak ada satu saksi pun yang telah dihadirkan di persidangan menyatakan hal tersebut. Dengan kata lain dakwaan tersebut harusnya gugur. Sekarang kan semua serba online,” ujarnya lagi.
Sementara itu, lanjutnya, pemerintah tidak menyiapkan sistem (channel) untuk melakukan pelaporan.
“Kalau tidak ada sistemnya, ya mau melapor kemana? Dan lagi, tidak ada lagi kewajiban untuk melaporkan perubahan rencana ekspor karena peraturannya sudah dirubah. Sudah sewajarnya bila klien kami dibebaskan dari segala tuntutan hukum,” ucapnya.
Pasca vonis hukuman setahun yang dibacakan hakim, Otto menegaskan, pihaknya akan pertimbangkan untuk melakukan banding.
“Ya, kita pikir-pikir dulu untuk banding,” kata Otto.
Demikian juga terkait keinginan JPU melakukan banding, Otto beranggapan bila demikian tentu akan disiapkan kontra banding.
“Saat ini semua sedang kita pertimbangkan,” ujar Otto. (NVR)