JAKARTA, AKURATNEWS -Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng yang dilakukan Selasa (06/12) menghadirkan tiga saksi ahli, yakni Prof. Dr. Agus Surono, S.H., M.H., selaku ahli pidana, Wiko Saputra selaku ahli tata niaga dan sawit, dan Irwan Haryanto selaku ahli IT Forensik.
Dalam sidang tersebut saksi ahli tata niaga minyak goreng dan kelapa sawit, Wiko Saputra mengatakan bahwa masalah utama dari kelangkaan ini adalah jalur distribusi yang tidak sampai ke konsumen. “Saya tidak turun langsung ke lapangan, tetapi berdasarkan fakta yang ada, barang tersedia tidak banyak baik dari pengecer maupun penimbun,” katanya.
Wiko menambahkan bahwa akibat dari kelangkaan tersebut membuat konsumen panik. Ketika barang masuk, konsumen dengan tingkat daya beli yang tinggi menimbun minyak goreng sehingga konsumen dengan tingkat daya beli rendah, tidak mendapatkan minyak goreng tersebut. Hal itu diperkuat oleh saksi ahli pidana, Agus yang membenarkan bahwa akibat kelangkaan Migor salah satunya adalah distribusi dan panic buying, bukan tentang aspek produksi.
Dalam sidang keterangan BAP saksi ahli, Agus nomor 11 dan 12 cukup ulet diperbincangkan. Disebutkan berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat fakta bahwa ditemukan adanya indikasi penyimpangan penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan bersama pelaku ekspor CPO oleh Olein (Minyak Goreng) dengan 324 PE terhadap 88 perusahaan, yang mana ketiga perusahaan yang telah menjadi terdakwa termasuk di dalamnya.
Dalam hal ini, terdakwa Togar menyampaikan tertulis dalam BAP Saksi Ahli nomor 12, “Karena tidak memenuhi syarat seharusnya ditolak izinnya dan dilampirkan seluruh izinnya.” ujar Saksi Agus dalam kesaksiannya di PN Jakpus.
Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan baru dari salah satu terdakwa, Togar yang menanyakan “Apakah hanya 3 perusahaan saja yang Prof katakan DMO-nya tidak terpenuhi?”
“Saya menyampaikan pendapat terkait 3 perusahaan yang dimaksud karena saya disajikan fakta terkait dengan ketiga ini oleh JPU. Saya tidak memiliki kewenangan khusus untuk mengatakan bahwa hanya tiga yang menjadi tersangka karena itu kewenangan dari penyidik” jelas Agus.
Mengenai illegal gain, Agus mengonfirmasi bahwa tidak ada dasar hukum di Indonesia mengenai illegal gain. “Sejauh ini saya juga belum melihat dan mendengar tentang perhitungan illegal gain saya tidak tahu karena itu bukan kompetensi saya.” tambah Agus.